Tentang Kami

Merawat dengan penuh kasih sayang

Merawat dengan penuh kasih sayang

RSBEP didirikan dalam bentuk rumah bersalin pada tahun 1956 oleh tokoh pejuang wanita tiga jaman asal Jawa Barat. Untuk menghormati segala jasa, dedikasi dan perjuangan semasa hidup beliau, kami menamai rumah sakit bersalin ini dengan RSB Emma Poeradiredja.

Visi RSBEP adalah menjadi rumah sakit yang dicintai warga Jawa Barat khususnya, bernuansa keakraban sehingga seperti berada di rumah sendiri. Pelayanan prima secara personal namun tetap profesional.

Misi RSBEP adalah:

  • Memberikan pelayanan kesehatan bagi ibu dan anak secara terjangkau bagi khususnya warga Jawa Barat
  • Mempertahankan suasana nyaman dengan lingkungan yang bersih dan pelayanan yang penuh keakraban
  • Terus menerus melakukan perbaikan sarana dan prasarana, pelayanan, dan manajerial agar menghasilkan kepuasan dan keakraban bagi alumni RSBEP
  • Terus menerus meningkatkan kemampuan tenaga kesehatan dan paramedis demi mengikuti tuntutan klien dan pelayanan prima

Pelayanan yang tersedia meliputi:

  • Rawat Jalan (obgyn)
  • Rawat Inap (obgyn)
  • BKIA (KB, imunisasi, konsultasi)
  • Kelas senam hamil, pra-persalinan
  • Praktek dokter spesialis anak
  • Praktek dokter spesialis penyakit dalam
  • Praktek dokter umum

Disamping itu, fasilitas yang disediakan dalam pelayanan komprehensif meliputi:

  • Apotek “Emma”
  • Pojok tumbuh kembang
  • program kunjungan ke ruangan
  • Sedang dalam perencanaan : skin care, baby shop, cafe, minimarket.

SEJARAH SINGKAT EMMA POERADIREDJA

Ibu Emma Poeradiredja 1902 -1976

Ibu Emma Poeradiredja 1902 -1976

BAGIAN I

LINGKUNGAN KELUARGA

Ny. EMMA POERADIREDJA

Ayah Ny. Emma Poeradiredja bernama Raden Kardata Poeradiredja (lahir tanggal 9 Maret 1880 – wafat tanggal 28 Februari 1968). Beliau menikah pada tanggal 12 April 1901 dengan Nyi Mas Siti Djariah (Lahir tanggal 16 Juni 1885 – wafat tanggal 30 Mei 1975).

Dari perkawinan Raden Kardata Poeradiredja dan Nyi Mas Siti Djariah ini lahir :

  • Emma Poeradiredja pada malam Rabu Legi tanggal 13 Agustus 1902 jam 02.15 di Cilimus (Cirebon).
  • Raden Imam Karnaeni Ontario Poeradiredja pada hari Kamis tanggal 6 Oktober 1904 jam 10.30 siang.
  • Raden Adil Poeradiredja pada hari Senin tanggal 22 Juli 1907.
  • Raden Haleykoesna Poeradiredja pada hari Kamis tanggal 16 Desember 1909 jam 05.40.

Nama yang sebenarnya dari Ibu Emma Poeradiredja ialah Raden Rachmat’ulhadiah Poeradiredja, akan tetapi nama beliau yang sebenarnya ini tidak pernah dipakai dan boleh dikatakan tidak begitu banyak orang yang mengetahui. Dalam uraian kami selanjutnya inipun kami hanya dan tetap memakai nama beliau yang sudah terkenal, yaitu Ibu Emma Poeradiredja.

Bagian II

PENDIDIKAN

Ny. EMMA POERADIREDJA

Ibu Emma Poeradiredja tamat dari H.I.S. (Hollandsche Inlandsche School) Tasikmalaya pada tahun 1917. Setelah tamat dari H.I.S. Tasikmalaya, mula-mula beliau melanjutkan sekolah beliau ke Mulo Bandung. Pada waktu itu belum begitu banyak anak-anak wanita yang memperoleh pendidikan di sekolah berbahasa pengantar Bahasa Belanda, apalagi sampai melanjutkan sekolahnya ke Sekolah Lanjutan berbahasa pengantar Bahasa Belanda. Dapat dikatakan bahwa pada waktu itu di daerah Jawa Barat Ibu Emma Poeradiredja termasuk wanita yang pertama melanjutkan pelajarannya ke Mulo. Kemudian Ibu Emma pindah sekolah ke Mulo Salemba di Jakarta yang pada waktu itu masih bernama Batavia. Beliau tamat Mulo Salemba Jakarta pada tahun 1921.

Pada Tahun 1957 Ibu Emma Poeradiredja memperoleh Certificate of Achievement dibidang Cooperative Administration dari School for Workers, University of Wisconsin (Amerika Serikat).

BAGIAN III

RIWAYAT PEKERJAAN

DAN PERJUANGAN

Jaman Hindia Belanda

Pada waktu masih duduk dikelas 1 (satu) Mulo Ibu Emma Poeradiredja sudah masuk menjadi anggota “Bond Inlandsche Studeerenden” disingkat (B.I.S. yang didirikan pada tahun 1917 dan diketuai oleh Pak Wiwoho (almarhum). B.I.S. ini beranggotakan pemuda –pemudi pelajar dari pelbagai Sekolah Lanjutan seperti : H.B.S. (Hogere Burger School), Mulo (Middelbare Uitgebreid Lager Onderwijs), Kweekschool (Sekolah Guru), Mosvia (Sekolah Pamongpraja) dan lain-lainnya.

Kemudian pada tahun 1918, jadi pada waktu masih sekolah di Mulo Ibu Emma Poeradiredja menjadi anggota Jong Java, setelah tamat dari Mulo pada tahun 1921, beliau melamar dan diterima bekerja pada Staatspoorwegen (S.S.), sekarang P.T. Kereta Api Indonesia.

Sungguhpun sudah bekerja, namun Ibu Emma Poeradiredja tetap aktif dalam pergerakan bangsanya. Bahkan pada tahun 1925 beliau turut pula aktif dalam Kongres Pemuda Indonesia I yang diadakan di Jakarta pada tahun 1926.

Kemudian dalam tahun 1927, sebagai akibat dari Kongress Pemuda Indonesia I itu, para wanita muda di Bandung yang berusia antara 17 dan 23 tahun mendirikan “Dameskring”, dimana anggotanya terdiri dari sembilan orang, yakni :

  • Ny. Emma Poeradiredja
  • Ny. Artini Djojopuspito
  • Ny. Sumardjo
  • Nona Ayati
  • Ny. Emma Sumanegara
  • Nona Suhara
  • Nona Kasiah
  • Nona Kartimi
  • Nona Rusiah

Anggota-anggota “Dameskring” ini terdiri Wanita muda terpelajar yang berasal dari perbagai suku bangsa yang ada di Bandung. Organisasi ini bertujuan menyiapkan para anggotanya melatih diri dan “meng-upgrade” diri agar dapat menyebarluaskan cita-cita persatuan Indonesia dengan bermacam-macam cara dan usaha, misalnya masuk menjadi organisasi atau perkumpulan wanita yang sudah ada atau mendirikan organisasi wanita. Ketuanya bergiliran, berturut-turut : Ny. Artini Djojopoespito, Ny. Emma Poeradiredja, Ny. Emma Sumanegara, Nona Rusiah (yang kemudian menjadi Ny. Mr. Assaat mantan Presiden Republik Indonesia Yogya), Nona Ayati (kemudian menjadi Ny. Siditho), Nona Mimi Kartimi (kemudian menjadi Ny. Kridoharsojo), Ny. Soemardjo dan lain-lainnya.

Kemudian Ibu Emma Poeradiredja ikut pula aktif dalam Kongres Pemuda Indonesia II yang diadakan di Jakarta pada tahun 1928. Seperti diketahui Kongres Pemuda Indonesia II inilah pada tanggal 28 Oktober 1928 digedung Kramat 106 Jakarta mencetuskan Sumpah Pemuda Indonesia yang ter-kenal sebagai suatu peristiwa yang sangat penting artinya di dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia.

Disamping itu Ibu Emma Poeradiredja giat pula sebagai Pemimpin Pandu Puteri mulai dari Natipij lalu menjadi Pandu Indonesia, dari tahun 1925 sampai tahun 1940.

Sejak tahun 1918 Ibu Emma Poeradiredja juga giat, bahkan menjadi anggota Pengurus Besar dalam Paguyuban Pasundan sampai saat ini pun beliau termasuk salah seorang tokoh yang dihormati dan dimuliakan oleh Paguyuban Pasundan. Gambar beliau dapat kita lihat dikantor Pusat Paguyuban Pasundan di jalan Dalem Kaum 50 Bandung disejajarkan dengan tokoh-tokoh Sunda atau Jawa Barat lainnya seperti : Dewi Sartika dan R. Otto Iskandardinata yang oleh Pemerintah Republik Indonesia telah diresmikan sebagai Pahlawan Nasional (Dewi Sartika dengan Surat Keputusan Presiden tanggal 1 Desember 1966 No. 252 tahun 1966 dan R. Otto Iskandardinata dengan Surat Keputusan Presiden tanggal 6 Nopember 1973 No. 087/TK/Th. 1973).

Kemudian karena merasa bahwa di Jawa Barat belum ada satu organisasi atau perkumpulan wanita yang berarti, maka pada tanggal 30 April 1930 di dirikanlah Pasundan Istri atau sering disingkat PASI. Sebagai Ketua Umum PASI atau Pasundan Istri terpilih Ny. Emma Poeradiredja kurang lebih 40 (empat puluh) tahun lamanya Ibu Emma Poeradiredja terus-menerus terpilih dan menjadi Ketua Umum PASI atau Pasundan Istri. Begitu besar kepercayaan masyarakat dan kaum wanita Pasundan atau Jawa Barat kepada Ibu Emma Poeradiredja. Begitu besar pengaruh dan cinta serta penghormatan kaum Wanita Jawa Barat kepada beliau. Di seluruh Kabupaten di Jawa Barat pasti ada Cabang PASI atau Pasundan Istri.

Dari sejak berdirinya, yakni pada tahun 1930 sampai tahun 1970 Ibu Emma Poeradiredja terus-menerus memimpin PASI atau Pasundan Istri sebagai Ketua Umum. Setelah itu dan sejak beliau terpilih sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat / Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (DPR/MPR RI) sampai wafatnya Ibu Emma Poeradiredja tetap menjadi Penasehat PASI atau Pasundan Istri, bahkan kaum wanita Jawa Barat pada umumnya.

Pada tahun 1938 Ibu Emma Poeradiredja terpilih menjadi anggota Gemeenteraad Bandung sebagai wakil dari Paguyuban Pasundan dan PASI atau Pasundan Istri. Beliau adalah wanita pertama yang terpilih sebagai anggota Gemeenteraad, suatu badan Dewan Perwakilan yang pada jaman pemerintahan kolonial merupakan suatu badan yang sangat penting artinya dalam memperjuangkan nasib dan menyuarakan kepentingan rakyat atau paling sedikit golongan yang diwakilinya. Jadi Ibu Emma Poeradiredja adalah wanita pertama yang dipilih oleh masyarakat mewakili Paguyuban Pasundan dan PASI atau Pasundan Istri untuk duduk dalam Gemeenteraad Bandung. Bahkan beliau sampai dua kali terpilih dan menjadi anggota Gemeenteraad dari tahun 1938 sampai tahun 1942.

Dalam tahun 1930 Ibu Emma Poeradiredja dipilih sebagai Ketua Panitia Pengiriman Utusan Wanita ke Asian Women Conference, di Lahore (India).

Dalam Tahun 1935 Ibu Emma Poeradiredja aktif dalam Kongres Perempuan Indonesia II dan kemudian, yakni pada tahun 1938 beliau terpilih dan diangkat sebagai Ketua Kongres Perempuan Indonesia III. Demikian pula beliau aktif dalam Kongres Perempuan Indonesia IV tahun 1941 di Semarang (Jawa Tengah). Selanjutnya Ibu Emma Poeradiredja terus menerus aktif dan boleh dikatakan tidak pernah absen dalam Kongres Perempuan Indonesia yang kemudian menjadi KOWANI.

Dalam masa-masa menjelang runtuhnya pemerintahan kolonial Belanda dan menjelang penyerbuan tentara Jepang ke Indonesia Ibu Emma Poeradiredja sangat giat dalam gerakan “Indonesia Berparlemen” yang dipimpin dan dipelopori oleh Gabungan Politik Indonesia atau disingkat GAPI. Beliau sering pula berbicara dalam rapat-rapat umum untuk memprotes perlakuan majikan-majikan terhadap pekerja wanita. Beliau juga memprotes terhadap rencana perkawinan terdaftar yang dibuat oleh pemerintah kolonial Belanda.

Selain daripada giat dalam gerakan-gerakan politik Ibu Emma Poeradiredja juga dan terutama banyak bergerak dalam lapangan sosial, misalnya mendirikan dan menjadi Ketua Pengurus Panti Asuhan di Bandung. Beliau juga mendirikan rumah untuk para wanita tua (nenek-nenek) di Bandung. Selain daripada itu beliau juga ikut dalam gerakan Palang Merah bagian Indonesia, menjadi perawat dan pe-ngurus. Beliau giat dalam pemberantasan pelacuran dan banyak melakukan usaha-usaha untuk meri-ngankan beban rakyat yang ditimpa bencana alam atau mengalami lain-lain penderitaan.

Jasa Ibu Emma Poeradiredja lebih menonjol dibidang sosial dari pada dibidang politik. Beliau lebih menonjol sebagai seorang pembimbing, pendidik dan sosial-wan dari pada seorang politikus.

Jaman Jepang

Kedatangan tentara Jepang ketanah-air kita Indonesia, mula-mula diterima dan disambut dengan gembira oleh rakyat Indonesia pada umumnya, karena mereka dianggap sebagai “Saudara Tua” yang datang menolong dan membebaskan rakyat Indonesia dari belenggu penjajahan Belanda. Hal ini tidak lain karena propaganda Jepang yang hebat dan janji-janji muluk yang mereka keluarkan sebelum dan saat menyerbu ke Asia Tenggara.

Akan tetapi kemudian, setelah mereka mengalahkan dan menundukkan pasukan-pasukan Belanda serta mereka berhasil menancapkan kuku penjajahannya di Bumi Indonesia yang kaya raya ini, maka segala propaganda dan tindakan-tindakan untuk menarik simpati rakyat Indonesia yang dilakukan oleh Jepang segera berubah. Bendera Merah Putih dilarang dikibarkan, Lagu Indonesia Raya tidak boleh lagi dinyanyikan, sedang sebelumnya Radio Jepang dari Tokyo selalu mengumandangkan lagu kebanggaan kita itu diudara. Makin lama makin tampak dengan jelas belang dan maksud jahat Jepang yang sebenarnya. Mereka pun mempunyai maksud-maksud kolonial yang serakah dan penuh angkara murka.

Semua partai politik yang pada masa penjajahan Belanda masih diperbolehkan bergerak dan mengadakan kegiatan sungguhpun dalam pengawasan yang ketat dan keras, pada jaman pendudukan Jepang dilarang sama sekali. Mengingat betapa kerasnya, bahkan betapa kejamnya tentara Jepang, maka banyak orang yang tetap ingin menyumbangkan tenaganya kepada pergerakan harus terjun dalam organisasi-organisasi yang diperkenankan oleh penguasa Jepang. Namun cita-cita Indonesia Merdeka tidak pernah luput dari hati sanubari mereka. Demikian pulalah halnya dengan Ibu Emma Poeradiredja. Beliau aktif dalam gerakan “Puteri” dan Fuzinkai” yakni organisasi yang menghimpun kaum wanita dan sangat terkenal pada jaman pendudukan tentara Jepang.

Ibu Emma Poeradiredja bahkan menjadi pengurus (Wakil Ketua) Fuzinkai di Jawa dan Wakil Ketua Fuzinkai di kota Bandung.

Jaman Revolusi

Pada waktu dan setelah kemerdekaan Indonesia diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945, maka Ibu Emma Poeradiredja segera mengadakan usaha pendekatan kepada orang-orang yang mempunyai tujuan dan cita-cita yang sama, yakni membela Proklamasi 17 Agustus 1945. Beliau bahkan pernah mengadakan rapat di Gedung Nasional dengan para pemuda dimana hadir antara lain Pak Nas (Jenderal A.H. Nasution).

Pada waktu terjadi peristiwa yang terkenal didalam sejarah dengan nama “Bandung Lautan Api” Ibu Emma Poeradiredja turut aktif membantu Palang Merah Indonesia disamping beliau tetap menjadi pegawai Jawatan Kereta Api Republik Indonesia.

Setelah Bandung diduduki oleh Belanda, Ibu Emma Poeradiredja mengikuti Jawatan Kereta Api me-ngungsi ke Cisurupan, yakni sebuah kota kecil didaerah pegunungan sebelah selatan kota Garut. Kepindahan Ibu Emma Poeradiredja dan orang-orang atau pegawai yang tetap setia kepada Republik Indonesia ke Cisurupan itu merupakan noodformasi atau formasi darurat dalam Jawatan Kereta Api. Kemudian Ibu Emma Poeradiredja dan kawan-kawan sejawat beliau pindah ke Gombong di Jawa Tengah dan akhirnya ke Yogyakarta yang pada waktu itu menjadi Ibu Kota Republik Indonesia. Jadi beradanya kantor Balai Besar Jawatan Kereta Api Republik Indonesia di Yogyakarta itu adalah merupakan noodformasi (formasi darurat). Pada waktu berada di Jawa Tengah, yakni dalam bulan Agustus 1949 Ibu Emma Poeradiredja sebagai utusan Parkiwa ke Yogyakarta mengikuti Permu-syawaratan Wanita seluruh Indonesia.

Pada waktu Belanda melancarkan agresi militernya terhadap Ibukota Republik Indonesia yakni Yogyakarta pada tanggal 19 Desember 1948, Ibu Emma Poeradiredja adalah pegawai tinggi pada Balai Besar Jawatan Kereta Api Republik Indonesia di Jakarta.

Setelah menduduki Yogyakarta, maka pada awal tahun 1949 banyaklah pejabat pemimpin Balai Besar Jawatan Kereta Api Republik Indonesia serta pegawai-pegawai yang lainnya yang diangkut kembali oleh Belanda ke Bandung. Maksudnya untuk dipekerjakan pada Hoofaburean Staats Spoorwegen (S.S.) yang sekarang menjadi Balai Besar P.J.K.A. di Bandung. Banyak juga pegawai yang lemah imannya dan mudah terbujuk oleh janji-janji Belanda yang muluk-muluk menerima ajakan Belanda untuk bekerja sama dengan Belanda. Akan tetapi tidak sedikit pula pegawai P.J.K.A. yang teguh imannya dan tetap setia kepada Republik Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945. Mereka menolak bekerja-sama dengan Belanda. Ibu Emma Poeradiredja termasuk orang-orang yang menolak kerja-sama dengan Belanda. Oleh karena itu maka beliau dikenakan “Arrest” atau ditahan oleh Belanda.

Pada masa Revolusi fisik, dikalangan kaum buruh kereta api, terutama dibagian lintas, banyak jatuh korban, untuk memberi pertolongan kepada mereka dan keluarga mereka, maka pada bulan Mei 1949 oleh P.B. PBKA didirikanlah sebuah “Stichting” atau yayasan yang disebut “Stichting Ongevallenfonds Spoorwegpersoneel” disingkat S.O.S. atau Yayasan Fonds Kecelakaan Pegawai Kereta Api disingkat Y.F.K.P.K.A. yang ditunjuk sebagai Direktur atau Pemimpin Yayasan ini ialah Ibu Emma Poeradiredja. Begitu besar kepercayaan orang-orang kereta api kepada beliau.

Kegiatan yayasan ini berlaku surut sampai tanggal 1 Januari 1949 dan sangat terbatas ruang geraknya. Yayasan ini hanya dapat memberikan uang sumbangan kematian atau uang sumbangan untuk orang yang cacad-tetap akibat terjadinya kecelakaan yang bukan karena kesalahan atau perbuatan orang itu sendiri. Jadi dalam hal kematian biasa, baik anggota maupun keluarganya tidak mendapat sumbangan.

Setelah kemerdekaan dan kedaulatan Republik Indonesia diakui oleh dunia pada akhir tahun 1949 atau awal tahun 1950, maka kegiatan dan usaha S.O.S. atau Y.F.K.P.K.A. tidak sesuai lagi dengan keadaan dan suasana pada waktu itu. Pada bulan Juli 1950 nama yayasan itu dirubah menjadi Yayasan Kematian Warga Kereta Api atau disingkat Yayasan K.W.K.A. Kegiatan yayasan yang baru ini ialah kegiatan S.O.S. atau Y.F.K.P.K.A. yang lama ditambah dan diperluas lagi dengan kegiatan-kegiatan antara lain :

  • Memberikan uang sumbangan dalam hal kematian biasa pegawai atau anggota.
  • Memberikan uang sumbangan dalam hal kematian isteri pegawai atau anggota.
  • Memberikan uang sumbangan dalam hal kematian anak pegawai atau anggota

Sebagai Direktur atau Pemimpin Yayasan K.W.K.A. yang baru ini tetap dipilih dan ditunjuk Ibu Emma Poeradiredja. Pada waktu itu beliau sudah bekerja kembali pada jawatan Kereta Api Republik Indonesia.

Pada tahun 1952 Ibu Emma Poeradiredja terpilih sebagai Wakil Kongres Wanita Indonesia pada Seminar tentang “The Status of Women in South East Asia”

Pada Tahun 1956 didirikanlah klinik “Ibu Emma” oleh Badan Sosial Pusat (B.S.P.). Klinik ini terletak di jalan Sumatera 46-48 Bandung. Ibu Emma Poeradiredja ditunjuk sebagai Ketua Pengurus klinik tersebut disamping jabatan beliau sebagai Direktur atau Pemimpin Yayasan K.W.K.A.

Pada bulan Maret 1957 oleh Dewan Pimpinan B.S.P. (Badan Sosial Pusat) Ibu Emma Poeradiredja pernah dikirim ke Amerika Serikat untuk mengadakan peninjauan dan latihan kerja dibidang kesejahteraan sosial untuk selama enam bulan.

Pada tahun 1960/1961 disamping jabatan beliau sebagai Pemimpin atau Direktur K.W.K.A. beliau ditunjuk pula sebagai Sekretaris Dewan Pimpinan B.S.P. (Badan Sosial Pusat).

Pada tanggal 25 Oktober 1967 di Bandung berdirilah Yayasan Bina Kerta Raharja Karyawan Kereta Api disingkat Yayasan B.K.R.K.A yang mempunyai tiga bagian, yaitu :

  • Bagian Guna Raharja, mengurus soal kematian, simpanan dan pinjaman.
  • Bagian Guna Waluya, mengurus soal kesehatan, kesenian, olah raga, rekreasi dan hiburan.
  • Bagian Guna Wiyata, mengurus hal-hal kerokhanian, pendididkan, beasiswa dan asrama pelajar. Ibu Emma Poeradiredja ditunjuk sebagai pemimpin atau Direktur B.K.R.K.A. merangkap Kepala Bagian Guna Raharja sampai wafat.

Ibu Emma Poeradiredja benar-benar seorang pe ngabdi dan pejuang bangsanya yang rajin, tekun dan penuh dedikasi. Beliau seorang pengabdi yang rajin dan ulet. Dibawah ini kami uraikan beberapa jabatan atau tugas Ibu Emma Poeradiredja sekedar memperlihatkan betapa sibuknya dan betapa rajin serta betapa uletnya wanita pengabdi bangsa ini :

  • Anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP).
  • Anggota Komite Nasional Indonesia Keresidenan Priangan.
  • Anggota Parlemen Republik Indonesia Serikat (RIS).
  • Anggota Panitia Negara Peninjauan Undang-Undang Pemilihan Umum MPR/DPR/DPRD I & II.
  • Anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA) 1959 – 1965.
  • Anggota MPRS s/d 20 –03 – 1968.
  • Sekretaris Panitia MPRS Propinsi Jawa Barat.
  • Anggota DPR/MPR Pemilu 1971.
  • Wakil Ketua Dewan Pimpinan Yayasan Badan Sosial Pusat (BSP).
  • Penasehat Ikatan Wanita Kereta Api (IWKA) seluruh Indonesia.
  • Penasehat Puspa Daya.
  • Penasehat Pengurus Yayasan Dewi Sartika.
  • Penasehat Gedung Graha Wanita di Bandung.
  • Ketua II Pengurus Besar Paguyuban Pasundan.
  • Penasehat Pengurus BKOW SWAI Jabar.
  • Anggota Dewan Penyantun Institut Teknologi Bandung.
  • Anggota Dewan Pengawas Universitas Padjajaran.
  • Anggota Panitia Pendiri Universitas Padjajaran
  • Penasehat Pemuda Putri Indonesia Jawa Barat.
  • Anggota Dewan Penyantun IKIP Bandung.
  • Ketua PB. Parkiwa/Pasi s/d 1970
  • Ketua Pengurus Pusat Yayasan Beribu s/d 1964.

Sebelum beliau jatuh sakit pada tanggal 13 April 1976 dan dirawat di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung pada tanggal 16 April 1976, Ibu Emma Poeradiredja masih sempat menghadiri Kongres I.W.K.A. atau Ikatan Wanita Kereta Api yang ke VIII yang diadakan di Yogyakarta pada tanggal 5 April s/d 7 April 1976.

Ibu Emma Poeradiredja wafat pada tanggal 19 April 1976 pada kira-kira jam 13.20 di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung. Beliau dikebumikan pada tanggal 20 April 1976 di Taman Makam Pahlawan Cikutra Bandung dengan upacara keagamaan.